Narsis di kampus tercinta..
Kita takkan ada jika hanya ada aku, hanya ada kamu.. Kita itu jamak.. Kita adalah sekumpulan.. Kita bersama untuk berbagi.. Kita adalah kita..
Senin, 08 Oktober 2012
Sabtu, 06 Oktober 2012
Lirik Lagu "Perahu Kertas"
Lirik Lagu "Perahu Kertas"
Penyanyi : Maudy Ayunda
Perahu kertasku kan melaju
membawa surat cinta bagimu
Kata-kata yang sedikit gila
Kata-kata yang sedikit gila
tapi ini adanya
Perahu kertas mengingatkanku
betapa ajaib hidup ini
Mencari-cari tambatan hati
Mencari-cari tambatan hati
kau sahabatku sendiri
Hidupkan lagi mimpi-mimpi
Hidupkan lagi mimpi-mimpi
(cinta-cinta) cita-cita (cinta-cinta)
Yang lama ku pendam sendiri
Yang lama ku pendam sendiri
berdua ku bisa percaya
Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Tiada lagi yang mampu berdiri
Halangi rasaku, cintaku padamu
Halangi rasaku, cintaku padamu
Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Oh bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Conditioning of Learning by R.M. Gagne
Conditioning of Learning by R.M. Gagne
A.
Sekilas
Biografi R.M. Gagne
Robert Mills
Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di North
Andover, MA dan meninggal pada tahun 2002. Tahun 1937gagne memperoleh gelar
A.B. dari Yale dan tahun 1940 gelar Ph.D. pada bidang psikologi dari Brown
University gelar Prof. diperoleh ketika mengajar di Connecticut College For Women
dari tahun 1940 - 1949. Demikian juga ketika di Penn
State University
dari tahun 1945 - 1946 dan terakhir diperolehnya dari Florida State
University .
Antara tahun 1949
- 1958 Gagne menjadi Directur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air
Force pada waktu inilah mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang
mengarahkan pada hubungan tujuan pembekajaran dan kesesuaiannya dengan desain
pengajaran. Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965 (Anonim,1; Gagne,1). Dia
juga dikenal sebagai seorang psikolog eksperimental yang berkonsentrasi pada
belajar dan pengajaran. Pada awal karirnya, Gagne seorang behaviorist.
Kontribusi Gagne dalam bidang pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya
tentang: Instructional Systems Design, The Condition of Learning (1965) dan
Princeples of Instructional Design.
B. Teori Conditioning of Learning Gagne
Teori ini
ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor
yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan
untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari
identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai
oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit
atau lebih
kompleks.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap
adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga
perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif
(gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses
tunggal. Belajar menurut Gagne tidak
dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks. Gagne
(1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi
anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks, sehingga belajar adalah
hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau
outcome. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta
didik) dari :
1. Stimulus dan lingkungan
2. proses
kognitif
Menurut Gagne
belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Verbal information (informasi verbal)
2) Intellectual Skill (skil Intelektual)
3) Attitude (perilaku)
4) Cognitive strategi (strategi kognitif)
Belajar
informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label,
menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil
belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan
informasi.
Kemampuan
skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan
kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat
keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep,
menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “ Knowing how”
Attitude
(perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta
didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh
melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Strategi
kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar
mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan
tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan
menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril di lapangan. Melalui
pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent
tinker”.
Teori Gagne banyak dipakai untuk mendesain Software
instructional (Program berupa Drill Tutorial). Kontribusi terbesar dari teori
instructional Gagne adalah 9 kondisi
instructional (Nine Eevents of
Instructions)
1. Gaining Attention = mendapatkan perhatian.
2. Iintorm Learner of Objectives = menginformasikan siswa
mengenai tujuan yang akan dicapai.
3. Stimulate Recall of Prerequisite Learning = stimulasi
kemampuan dasar siswa untuk persiapan belajar.
4. Present New Material = penyajian materi baru.
5. Provide Guidance = menyediakan pembimbingan.
6. Elicit Performance = memunculkan tindakan.
7. Provide Feedback about Correctness = siap memberi umpan
balik langsung terhadap hasil yang baik.
8. Assess Performance = Menilai hasil belajar yang
ditunjukkan.
9. Enhance Retention and Recall = meningkatkan proses
penyimpanan memori dan mengingat.
Tujuannya adalah memberikan kondisi yang sedemikian
rupa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Agar kesembilan langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi
siswa, maka guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Dengan kata
lain menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi
mental siswa itu terus terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran.
Taxonomi Bloom
Revisi Taxonomi Bloom
A.
Taxonomi
Bloom Sebelum Direvisi
Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S.
Bloom bersama 34 pedagogi besar lainnya, antara lain Cronbach, Ebel,
Krathwohl, Furst, McGuire, Gage dan Tyler pada tahun 1956 dalam The Taxonomy of
Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Handbook I:
Cognative Domain (sering disebut Handbook I). Sedangkan Handbook II: Affective,
Handbook III: Psychomotor. Dalam hal ini, tujuan pendidikan secara komprehensif
dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain
tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hirarkinya.
Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke
dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa
adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan
Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
C1 Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip
dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg
berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas,
karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk,
dsb.
C2 Pemahaman (Comprehension)
Dikenali
dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram,
arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg
diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.
C3 Aplikasi (Application)
Di tingkat
ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode,
rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi
informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada
di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya
kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.
C4 Analisis (Analysis)
Di tingkat
analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi
atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali
pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan
akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang
akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan
tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke
dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
C5 Sintesis (Synthesis)
Satu
tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan
mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan
solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas
mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan
pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
C6 Evaluasi (Evaluation)
Dikenali
dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan
nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk
dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb
Domain Afektif
Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu
fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan
perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang
ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Penghargaan (Valuing)
Berkaitan
dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah
laku. Penilaian berdasar pada
internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam
tingkah laku.
Pengorganisasian (Organization)
Memadukan
nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk
suatu sistem nilai yang konsisten.
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization
by a Value or Value Complex)
Memiliki
sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik
gaya-hidupnya.
Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak
dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
Handbook III: Psychomotor.
Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi
pegangan dalam membantu gerakan.
Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional
untuk melakukan gerakan.
Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap
awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi
dan gerakan coba-coba.
Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan
gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan
cakap.
Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di
dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan
yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan
dengan situasi atau permasalahan tertentu.
B. Taxonomy Bloom Setelah Direvisi
Sekarang Taxonomy Bloom telah
direvisi oleh L.W. Anderson, Krathwohl, Airasian, Cruikshank, Mayer, Pintrich,
Raths, dan Wittrock. Mereka memberi judul revisinya A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing (2001). Namun Bloom saat itu sudah tiada, beliau meninggal
akibat menderita Alzheimer pada 13 September 1999.
Revisi ini dimaksudkan untuk
mengakomodasi perubahan dalam pemikiran dan praktek dalam pendidikan. Menurut
Anderson dkk kemampuan tertinggi dalam ranah kognitif adalah kreativitas.
Proses :
Mengingat (Remember)
Memahami (Understand)
Menerapkan (Apply)
Menganalisis (Analyze)
Menilai (Evaluate)
Berkreasi (Create)
Sintesis
ditiadakan
Isi :
Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge)
Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge)
Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge)
Pengetahuan Metakognisi (Metacognitive
Knowledge)
Dalam bab terakhir bukunya mereka
menjelaskan bahwa hasil revisinya ini lebih melihat ke fungsi otak dalam satu
kesatuan ranah/domain. Ranah kognitif tidak dianggap terpisah dengan afektif
atau psikomotor. Dalam pengetahuan metakognitif tercakup juga ranah afektif dan
psikomotor. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan.
Pengujian Hipotesis
Pengujian
Hipotesis
Setelah hipotesis
dirumuskan dan dievaluasi semuanya itu harus diuji melalui pengumpulan data lalu
diolah. Kemudian barulah sampai pada suatu kesimpulan menerima atau menolak
hipotesis tersebut. Di dalam menentukan penerimaan dan penolakan hipotesis maka
hipotesis alternatif (Ha) diubah menjadi hipotesis nol (Ho).
Menurut Furchan (2007: 130-131), untuk menguji
hipotesis peneliti harus:
1. Menarik
kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila
hipotesis tersebut benar.
2. Memilih
metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi,
atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat
tersebut terjadi atau tidak, dan
3. Menerapkan
metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan
apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
Secara umum hipotesis
dapat diuji denga dua cara, yaitu mencocokkan dengan fakta, atau dengan
mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji hipotesis dengan mencocokkan
fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut
kemudian kita nilai untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut cocok dengan
fakta tersebut atau tidak. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka
si peneliti memilih suatu desain di mana logika dapat digunakan, untuk menerima
atau menolak hipotesis.
Taraf
Kesalahan
Pada dasarnya menguji hipotesis adalah
menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Menurut Sugiyono (2008:
224-225) menyatakan bahwa terdapat dua cara menaksir, yaitu: a point
estimate dan interval estimate atau sering disebut convidence
interval. A point estimate (titik taksiran) adalah suatu taksiran parameter
populasi berdasarkan satu nilai data sampel. Sedangkan interval estimate (taksiran
interval) adalah sutau taksiran parameter populasi berdasarkan nilai interval
data sampel. Sebagai contoh, saya berhipotesis (menaksir) bahwa daya tahan
belajar siswa Indonesia itu 10 jam/hari. Hipotesis ini disebut point
estimate, karena daya tahan belajar siswa Indonesia ditaksir melalui
satu nilai yaitu 10 jam/hari. Bila hipotesisnya berbunyi daya tahan
belajar siswa Indonesia antara 8 sampai dengan 12 jam/hari, maka hal ini
disebut interval estimate. Nilai intervalnya adalah 8 sampai
dengan 12 jam.
Dua
Kesalahan dalam Menguji Hipotesis
Sugiyono
(2008: 88) menyatakan bahwa dalam menaksir populasi berdasarkan data sampel
kemungkinan akan terdapat dua kesalahan, yaitu:
1. Kesalahan
Tipe I adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis nol (Ho) yang benar
(seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat kesalahan dinyatakan dengan a.
2. Kesalahan
tipe II, adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang salah (seharusnya
ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan dengan b.
Berdasarkan hal tersebut,
maka hubungan antara keputusan menolak atau menerima hipotesis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel I
Hubungan Antara Keputusan Menolak atau
Menerima Hipotesis
Keputusan
|
Keadaan Sebenarnya
|
|
Hipotesis Benar
|
Hipotesis Salah
|
|
Terima hipotesis
|
Tidak membuat kesalahan
|
Kesalahan tipe II (b)
|
Tolak hipotesis
|
Kesalahan tipe I (a)
|
Tidak membuat kesalahan
|
Dari tabel
di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Keputusan
menerima hipotesis nol yang benar, berarti tidak membuat kesalahan.
2. Keputusan
menerima hipotesis nol yang salah, berarti terjadi kesalahan tipe II.
3. Keputusan
menolak hipotesis nol yang benar, berarti terjadi kesalahan tipe I.
4. Keputusan
menolak hipotesis nol yang salah, berarti tidak membuat kesalahan.
Tingkat
kesalahan ini kemudian disebut level of significant atau tingkat
signifikansi. Dalam prakteknya tingkat signifikansi telah ditetapkan oleh
peneliti terlebih dahulu sebelum hipotesis diuji. Biasanya tingkat signifikansi
(tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1% dan 5%. Suatu hipotesis terbukti
dengan mempunyai kesalahan 1% berarti bila penelitian dilakukan pada 100 sampel
yang diambil dari populasi yang sama, maka akan terdapat satu kesimpulan salah
yang dilakukan untuk populasi.
Dalam
pengujian hipotesis kebanyakan digunakan kesalahan tipe I yaitu berapa persen
kesalahan untuk menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (yang seharusnya
diterima). Prinsip pengujian hipotesis yang baik
adalah meminimalkan nilai α dan β. Dalam perhitungan, nilai α dapat
dihitung sedangkan nilai β hanya bisa dihitung jika nilai hipotesis
alternatif sangat spesifik. Pada pengujian hipotesis, kita lebih sering
berhubungan dengan nilai α. Dengan asumsi, nilai α yang kecil juga
mencerminkan nilai β yang juga kecil. Menurut Furqon (2004:167), kedua tipe
kekeliruan tersebut berhubungan negatif (berlawanan arah). Para
peneliti biasanya, secara konservatif menetapkan sekecil mungkin (0,05 atau
0,01) sehingga meminimalkan peluang kekelliruan tipe I. Dalam hal ini, mereka
beranggapan bahwa menolak hipotesis nol yang seharusnya diterima merupakan
kekeliruan yang serius mengingat akibat yang ditimbulkannya. Namun perlu diingat dalam
menetapkan taraf signifikansi kita harus melihat situasi penelitian.
Macam-Macam Pengujian Hipotesis
Dalam Sugiyono (2008:228-232) terdapat tiga macam bentuk pengujian
hipotesis. Adapun
jenis uji mana yang akan dipakai tergantung pada bunyi kalimat hipotesis. Berikut 3 macam bentuk pengujian hipotesis tersebut:
a. Uji Dua Pihak (Two
Tail Test)
Uji
dua pihak digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” dan
hipotesis alternatif (Ha) berbunyi “tidak sama dengan” (Ho = ; Ha ¹).
b. Uji Pihak Kiri
Uji pihak kiri digunakan
apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi “lebih besar atau
sama dengan” dan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi “lebih kecil” (Ho ³ ; Ha <).
c. Uji Pihak Kanan
Uji pihak
kanan digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi
“lebih kecil atau sama dengan” dan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi “lebih
besar” (Ho £ ; Ha >).
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Furchan, Arief. 2007. Pengantar
Penelitian Dalam Pendidikan. Bandung: Pustaka Pelajar.
Furqan. 2004. Statistika
Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Ruseffendi, E.T.
2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta
Lainnya. Bandung: Tarsito Bandung.
Sugiyono. 2008. Metode
Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta Bandung.
Apa Itu Hipotesis?
Hipotesis
1. Pengertian
Dari arti katanya, hipotesis berasal dari 2 penggalan
kata, “hypo” yang artinya di bawah
dan “thesa” yang artinya kebenaran.
Peneliti mendalami permasalahan dengan seksama dan mensurvei teori
(literatur/sumber referensi/kepustakaan), kemudian membuat hipotesis yang masih
harus dibuktikan/diuji kebenarannya (di bawah kebenaran). Inilah hipotesis,
peneliti harus berpikir hipotesisnya dapat diuji sehingga naik statusnya
menjadi thesa atau sebaliknya tetap menjadi hipotesis.
Sugiyono (2008:96) menyatakan hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris.
Dalam
Ruseffendi (2005:23), hipotesis adalah penjelasan atau jawaban tentatif (sementara)
tentang tingkah laku, fenomena (gejala), atau kejadian yang akan terjadi; bisa
juga mengenai kejadian yang sedang terjadi. Jadi, hipotesis juga dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data.
Hipotesis
termasuk dalam langkah penelitian, tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua
penelitian harus merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat eksploratif dan
deskriptif sering tidak perlu merumuskan hipotesis.
G.E.R brurrough (Arikunto, 2010:112)
mengatakan bahwa penelitian berhipotesis penting dilakukan bagi :
1.
Penelitian menghitung banyaknya sesuatu
2.
Penelitian tentang perbedaan
3.
Penelitian hubungan.
2. Ciri-Ciri Hipotesis yang Baik
Setelah
hipotesis dirumuskan, maka sebelum pengujian yang sebenarnya dilakukan,
hipotesis harus dinilai terlebih dahulu. Untuk menilai kelaikan hipotesis, ada
beberapa kriteria atau ciri hipotesis yang baik yang dapat dijadikan acuan
penilaian. Kriteria atau ciri hipotesis yang baik menurut Furchan (2007:
121-129) yaitu: (1) hipotesis harus mempunyai daya penjelas; (2) hipotesis
harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara variabel-variabel; (3)
hipotesis harus dapat diuji; (4) hipotesis hendaknya konsisten dengan
pengetahuan yang sudah ada; dan (5) hipotesis hendaknya dinyatakan sederhana
dan seringkas mungkin. Pendapat ini diperkuat oleh Sugiyono (2008:106), menurut
beliau karakteristik hipotesis yang baik adalah sebagai berikut:
a.
Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri,
perbandingan keadaan variabel pada berbagai sampel dan merupakan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih.
b.
Dinyatakan
dalam kalimat yang jelas sehingga tidak menimbulkan berbagai penafsiran.
c.
Dapat
diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah.
Sejalan
dengan pendapat sebelumnya, Ruseffendi (2005:26-27) memaparkan bahwa ciri-ciri
yang menonjol dari hipotesis yang baik adalah pertama, sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya. Kedua, tentatif dan berupa penjelasan yang masuk akal
bagi terbentuknya tingkah laku tertentu, gejala (fenomena), atau kejadian.
Ketiga, menguraikan sejelas dan sepadat mungkin hubungan (perbedaan) yang
diharapkan terjadi antara dua variabel dan menjelaskan variabel-variabel itu
dalam kata-kata yang operasional dan dapat diukur. Keempat, dapat diuji
(dites). Perhatikan contoh hipotesis berikut, yang kedua lebih operasional
daripada yang pertama.
1.
Ada
hubungan positif antara sikap dan kemampuan.
2.
Ada
hubungan positif antara nilai sikap yang diukur dengan skala Likert dan nilai
prestasi belajar pada raport.
Secara umum, hipotesis yang baik harus
mempertimbangkan semua fakta-fakta yang relevan, harus masuk akal dan tidak
bertentangan dengan hukum alam. Hipotesis juga harus dapat diuji dan
sederhana serta jelas.
3.
Jenis-jenis hipotesis
Menurut Arikunto (2010:112-113) ada dua jenis
hipotesis yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1.
Hipotesis kerja atau alternatif ,disingkat Ha,
hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya
perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja
a)
Jika ……… maka ………
b)
Ada
perbedaan antara ……… dan ………
c)
Ada
pengaruh ……… terhadap ………
Hipotesis alternatif adalah hipotesis yang merupakan
lawan dari hipotesis nol yang dilambangkan dengan Ha atau H1. Hipotesis kerja merupakan anggapan dasar peneliti terhadap
suatu masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini peneliti menganggap benar
hipotesisnya yang kemudian akan dibuktikan secara empiris melalui pengujian hipotesis
dengan mempergunakan data yang diperolehnya selama melakukan penelitian.
2.
Hipotesis nol (null hypotheses) disingkat Ho.
Hipotesis ini menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau
tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Hipotesis nol adalah
hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak yang dilambangkan dengan
Ho. Rumusannya:
a)
Tidak
ada perbedaan antara ……… dengan ………
b)
Tidak ada pengaruh ……… terhadap ………
4. Kegunaan
Hipotesis
Dalam
kegiatan penelitian, hipotesis merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Pentingya
hipotesis dinyatakan oleh Furchan (2007:115) yang mengungkapkan setidaknya ada
dua alasan yang mengharuskan penyusunan hipotesis. Kedua alasan tersebut ialah:
1. Hipotesis
yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan
untuk melakukan peneliatian di bidang itu.
2. Hipotesis
memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data; hipotesis dapat
menunjukkan kepada peneliti prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data apa
yang harus dikumpulkan. Dengan demikian dapat dicegah terbuang sia-sianya waktu
dan jerih payah peneliti. Perlu ditekankan bahwa hal ini berlaku bagi semua
jenis studi penelitian, tidak hanya yang bersifat eksperimen saja.
Dalam penelitian, hipotesis merupakan hal
yang sangat berguna. Terkait dengan hal itu, Furchan (2007:115-117)
mengungkapkan kegunaan hipotesis penelitian, yaitu:
1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara
tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang
Untuk
dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah
pendidikan, orang harus melangkah lebih jauh daripada sekedar
mengumpulkan fakta-fakta yang berserakan, untuk mencari generalisasi dan
antar hubungan yang ada di antara fakta-fakta itu. Antar-hubungan dan generalisasi ini akan
memberikan gambaran pola, yang penting bagi pemahaman persoalan. Pola
semacam itu tidak mungkin menjadi jelas selama pengumpulan data
dilakukan tanpa arah.
Hipotesis yang telah terencana dengan baik
akan memberikan arah dan mengemukakan penjelasan-penjelasan. Karena hipotesis
itu dapat diuji dan divalidasi (diuji keshahihannya) melalui penyelidikan
ilmiah, maka hipotesis dapat membantu kita memperluas pengetahuan.
2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan
hubungan yang berlangsung dapat diuji dalam penelitian.
Pertanyaan tidak dapat diuji secara
langsung. Penelitian memang dimulai dengan suatu pertanyaan, tatapi hanya
hubungan antara variabelvariabel sajalah yang dapat diuji. Misalnya, orang
tidak akan menguji pertanyaan “Apakah komentar guru terhadap pekerjaan murid
menyebabkan peningkatan hasil belajar secara nyata?” Akan tetapi orang dapat
menguji hipotesis yang tersirat dalam pertanyaan tersebut: “Komentar guru
terhadap hasil pekerjaan murid menyebabkan meningkatnya hasil belajar hasil
belajar murid secara nyata”. Atau yang lebih spesifik lagi, “Skor hasil belajar
siswa yang menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya akan lebih
tinggi daripada skor siswa yang tidak menerima komentar guru atas pekerjaan
mereka sebelumnya”. Selanjutnya orang dapat meneliti hubungan antara kedua
variabel itu, yaitu komentar guru dan prestasi siswa.
3. Hipotesis
memberikan arah kepada penelitian.
Hipotesis
merupakan tujuan khusus. Dengan demikian hipotesis juga menentukan sifat-sifat
data yang diperlukan guna menguji pernyataan tersebut. Secara sangat sederhana,
hipotesis menunjukkan kepada peneliti apa yang harus dilakukan. Fakta-fakta
yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang ada hubungannya dengan
pertanyaan tertentu. Hipotesislah yang menentukan relevansi fakta-fakta itu.
Hipotesis dapat memberikan dasar bagi pemilihan sampel serta prosedur
penelitian yang harus dipakai. Hipotesis juga dapat menunjukkan analisis
statistik yang diperlukan agar ruang lingkup studi tersebut tetap terbatas,
dengan mencegahnya menjadi terlalu sarat. Sebagai contoh, lihatlah kembali
hipotesis tentang latihan prasekolah anak-anak kelas satu yang mengalami
hambatan kultural. Hipotesis itu
menunjukkan metode penelitian yang diperlukan serta sampel yang harus dipakai.
Hipotesis itu pun bahkan menuntun peneliti kepada tes statistic yang mungkin
diperlukan untuk menganalisis data. Dari pernyataan hipotesis itu, jelas bahwa
peneliti harus melakukan eksperimen yang membandingkan hasil belajar di kelas
satu dari sampel siswa yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami
program prasekolah dengan sekelompok anak serupa yang tidak mengalami program
prasekolah. Setiap perbedaan hasil belajar rata-rata kedua kelompok tersebut
dapat dianalisis dengan tes atau teknik analisis variansi, agar dapat diketahui
signifikansinya menurut statistik.
4. Hipotesis memberikan kerangka untuk
melaporkan kesimpulan penyelidikan
Hipotesis
akan sangat memudahkan peneliti kalau ia mengambil setiap hipotesis secara
terpisah dan menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis itu. Artinya,
peneliti dapat menyusun bagian laporan tertulis ini di seputar jawaban-jawaban
terhadap hipotesis semula, sehingga membuat penyajian itu lebih berarti dan
mudah dibaca.
5. Bentuk Rumusan Hipotesis
Pendapat
lain mengenai pengklasifikasian atau jenis-jenis hipotesis diungkapkan oleh
Sugiyono (2008: 100-104). Beliau menyatakan bahwa menurut tingkat eksplanasi
yang akan duji, maka rumusan hipotesis dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu hipotesis deskriptif (pada suatu sampel atau variabel mandiri/tidak
dibandingkan dan dihubungkan), komparatif (perbandingan) dan assosiatif
(hubungan). Berikut penjelasannya:
1. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis ini merupakan
jawaban sementara terhadap masalah deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan
variabel mandiri.
Contoh:
Rumusan
masalah : Berapa lama daya
tahan belajar siswa SMP kelas VII di rumah?
Hipotesis
deskriptif : Daya tahan
belajar siswa SMP kelas VII di rumah sama dengan 2 jam/hari. Ini merupakan
hipotesis nol, karena daya tahan belajar siswa SMP kelas VII di rumah yang ada
pada sampel diharapkan tidak berbeda secara signifikan dengan daya tahan yang
ada pada populasi (angka 2 jam/hari merupakan angka hasil pengamatan
sementara). Hipotesis alternatifnya adalah: Daya tahan belajar siswa SMP kelas
VII di rumah ¹
2 jam/hari. “Tidak sama dengan” ini bisa berarti lebih besar atau lebih kecil
dari 2 jam/hari.
Hipotesis statistik :
Ho : m = 2 jam/hari
Ha : m ¹ 2 jam/hari
m adalah nilai
rata-rata populasi yang dihipotesiskan atau ditaksir melalui sampel.
2. Hipotesis
Komparatif
Hipotesis ini merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif. Pada rumusan ini
variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda, atau keadaan itu
terjadi pada waktu yang berbeda.
Contoh:
Rumusan
masalah : Bagaimanakah
prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X bila dibandingkan dengan
Perguruan Tinggi Y?
Hipotesis
komparatif : Berdasarkan rumusan masalah komparatif
tersebut dapat dikemukakan tiga model hipotesis nol dan alternatif, sebagai
berikut.
ü Ho : Tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X bila dibandingkan
dengan Perguruan Tinggi Y.
Ha : Terdapat
perbedaan prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X bila dibandingkan
dengan Perguruan Tinggi Y.
ü Ho. :
Prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih besar atau sama dengan
Perguruan Tinggi Y.
Ha : Prestasi
belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih kecil dari Perguruan Tinggi Y.
ü Ho : Prestasi
belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih kecil atau sama dengan Perguruan
Tinggi Y.
Ha : Prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X
lebih besar dari Perguruan Tinggi Y.
Hipotesis statistik :
ü Ho : m1 = m2
Ha : m1 ¹ m2
ü Ho : m1 ³ m2
Ha : m1 < m2
ü Ho : m1 £ m2
Ha : m1 > m2
m1 = rata-rata prestasi belajar PT X
m2 = rata-rata prestasi belajar PT Y
3. Hipotesis Assosiatif
Hipotesis
ini merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu yang
menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.
Contoh:
Rumusan
masalah : Adakah hubungan
yang positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim
kerja sekolah?
Hipotesis
penelitian : Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja sekolah.
Hipotesis
statistika :
Ho : r £ 0 ----- 0 berarti tidak ada hubungan
Ha : r > 0 ----- tidak sama dengan nol berarti lebih atau kurang
dari 0 berarti ada hubungan
r =
nilai korelasi dalan formulasi yang dihipotesiskan
6. Penelitian Tanpa Hipotesis
Mungkin
kita bertanya, apakah semua penelitian harus berhipotesis? Padahal ada beberapa
penelitian yang tidak menggunakan hipotesis. terkait dengan pertanyaan tersebut,
untuk memberikan jawabannya, Arikunto (2010: 117) menjelaskan ada dua alternatif
jawaban.
Pendapat pertama menyatakan, semua
penelitian pasti berhipotesis. Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban
sementara, yang akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Hipotesis harus ada
karena jawaban penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah disebut dalam
problematika maupun tujuan penelitian.
Pendapat kedua mengatakan, hipotesis hanya
dibuat jika yang dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variabel atau
lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak perlu
dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih dicari dan sukar
diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidk mungkin dihipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini maka
mungkin sekali di dalam sebuah penelitian, banyaknya hipotesis tidak sama dengan
banyaknya problematika dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsur 1 dan
2 yang sifatnya deskriptif tidak diikuti dengan hipotesis, tetapi problematika
nomor 3 dihipotesiskan.
Contoh:
Hubungan antara motivasi
belajar matematika dengan hasil belajarnya para siswa SMP Xxx.
Problematika 1:
Seberapa tinggi motivasi belajar matematika siswa
SMP Xxx? (tidak dihipotesiskan)
Problematika 2:
Seberapa tinggi hasil belajar para siswa SMP Xxx?
(tidak dihipotesiskan)
Problematika 3:
Adakah hubungan antara motivasi belajar matematika
dengan hasil belajarnya para siswa SMP Xxx?
Hipotesis:
Langganan:
Postingan (Atom)